Friday, May 11, 2007

STATEMENT LPK '65 tentang kebijakan Pemerintah Indonesia sehubungan dengan UU Kewarganegaraan RI/2006 thd. WNI-korban pelanggaran HAM di luar negeri


Press Releases
STATEMENT LEMBAGA PEMBELA KORBAN '65
Tentang
KEBIJAKAN PEMERINTAH INDONESIA SEHUBUNGAN DENGAN UU KEWARGANEGARAAN RI/2006
TERHADAP WNI-KORBAN PELANGGARAN HAM ORDE BARU DI LUAR NEGERI


Lembaga Pembela Korban '65 (LPK'65) sesuai visi dan misinya akan terus memperjuangkan kepentingan korban peristiwa 1965 di dalam dan di luar negeri. Yang dimaksud korban peristiwa 1965 di luar negeri, yaitu para warganegara Indonesia yang ketika meletus peristiwa G30S sedang menjalankan tugasnya di luar negeri (sebagai mahasiswa, pejabat, wartawan, anggota delegasi di forum internasional) dicabut paspornya secara sewenang-wenang oleh penguasa Orde Baru/penguasa Negara saat itu. Bahwasanya mereka berposisi loyal dan mendukung pemerintah Soekarno sebagai pemerintahan sah saat itu, tidaklah bisa dijadikan dasar pembenaran untuk melakukan repressi kepada mereka dengan pencabutan paspor. Akibatnya mereka selama 32 tahun mendapatkan banyak kesulitan dan tidak bisa pulang ke tanah air, terpisah dengan sanak keluarganya, menjadi apa yang dinamakan "orang terhalang pulang" (selanjutnya: OTP). Tindakan penguasa Orde Baru yang demikian itu menunjukkan identitas sebagai penguasa diktator yang melanggar hak asasi manusia dan nilai-nilai demokrasi.
Dengan dikeluarkannya UU Kewarganegaraan RI Tahun 2006 pemerintah RI menunjukkan suatu langkah penyelesaian masalah para OTP, di samping masalah orang-orang yang kehilangan kewarganegaraan lainnya yang tidak ada hubungannya dengan peristiwa 65. Bagi para OTP kebijakan pemerintah tertuang dalam UU Kewarganegaraan tersebut dirasakan tidak memenuhi tuntutan keadilan dan tidak manusiawi. Sedang janji Menteri Hukum dan HAM Hamid Awaluddin di Helsinki (11.09.2006) akan bertemu dengan para OTP di Amsterdam dan Paris, yang mungkin bisa membuka jalan dialog positif, ternyata sampai detik ini tidak kunjung kabar beritanya.

Menyikapi kebijakan pemerintah SBY-Kalla cq. Menteri Hukum dan HAM berkaitan dengan pemulihan kembali kewarganegaraan RI kepada mantan WNI (para OTP) tersebut di atas, Lembaga Pembela Korban'65 menyatakan:
Tindakan pencabutan paspor oleh Penguasa Orde Baru/penguasa Negara pada saat itu terhadap WNI tersebut di atas adalah tindakan politis yang melanggar hukum dan HAM. Penyelesaian masalah tersebut yang dilakukan pemerintah dewasa ini melalui UU Kewarganegaraan RI/2006 adalah suatu kebijakan bersifat administratif: tidak dapat dibenarkan, tidak adil dan tidak manusiawi. Penyelesaian masalah para OTP seharusnya tidak hanya sebatas pengembalian paspor belaka, tetapi harus mencakup semua aspek-aspek keadilan dan HAM yang telah dilanggar penguasa Orba.
Maka kalau pemerintah SBY-Kalla berkehendak melakukan kebijakan rekonsiliatif untuk menyelesaikan masalah pelanggaran HAM bagi para OTP, pemerintah harus melakukan kebijakan berdasarkan keputusan politik pula dengan mematuhi prinsip penegakan Kebenaran dan Keadilan. Sesuai prinsip Kebenaran pemerintah atas nama negara harus mengakui dengan tegas bahwa negara telah melakukan pelanggaran HAM terhadap para warganegaranya tersebut di atas. Dan oleh karenanya pemerintah atas nama negara harus dengan tulus ikhlas meminta maaf kepada para OTP.
Selanjutnya sesuai prinsip Keadilan pemerintah harus mengembalikan sepenuhnya hak-hak politik dan sosial ekonominya, termasuk hak mendapatkan kewarganegaraannya kembali. Hal itu adalah prinsip-prinsip dasar yang harus menjadi landasan kebijakan-kebijakan pemerintah Indonesia khususnya dan penyelenggara negara pada umumnya dalam menyelesaikan masalah-masalah warganegara RI di luar negeri yang karena peristiwa 1965 terhalang pulang dan/atau dicabut paspornya oleh penguasa Negara/Pemerintah Orde Baru.
Pemulihan kembali kewarganegaraan RI haruslah dipandang hanya sebagai salah satu konsekwensi penegakan Kebenaran dan Keadilan, di samping konsekwensi-konsekwensi lainnya: pemulihan penuh hak-hak politik dan sipil, rehabilitasi penuh, jaminan keamanan-sosial-ekonomi dan tindak non-diskriminatif.
Kebijakan pemerintah tanpa penegakan Kebenaran dan Keadilan adalah identik dengan pengingkaran pelanggaran HAM yang telah menyengsarakan warganegaranya sehingga tidak bisa kembali ketanah air untuk menunaikan pengabdiannya kepada nusa dan bangsa, kehilangan karier, terpisah dengan sanak keluarga di tanah air selama tiga dasa warsa, dan lain-lainnya.
Sedang kebijakan pemerintah yang tertuang dalam Peraturan Menteri Hukum dan HAM No. M.01.HL.03.01 Tahun 2006 tentang "Pernyataan Kesetiaan terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia", di mana pernyataan kesetiaan tersebut merupakan persayaratan untuk mendapatkan kewarganegaraan kembali bagi mereka yang dicabut paspornya tsb. di atas, adalah tidak tepat dan dirasakan sebagai penghinaan yang mendalam. Sebab mereka tersebut bukan kaum separatis dan pemberontak terhadap NKRI, melainkan patriot yang cinta dan membela tanah air Indonesia, UUD'45 dan Pancasila. Persyaratan pernyataan setia kepada NKRI hanya patut diberlakukan kepada kaum separatis dan pemberontak yang kembali kepangkuan NKRI.
Di samping itu perlu ditekankan, bahwa LPK'65 tidak mempunyai hak untuk menghalang-halangi mereka yang berposisi lain demi mendapatkan kembali kewarganegaraan RI sesuai ketentuan-ketentuan UU Kewarganegaraan RI Tahun 2006 dan peraturan-peraturan organiknya. Hak asasi mereka kami hormati sepenuhnya.

LPK'65 beranggapan bahwa Pemerintah dan Penyelenggara Negara lainnya diharapkan masih bisa dan punya kesempatan untuk merubah kebijakan-kebijakan negatif tersebut diatas demi tegaknya kebenaran dan keadilan yang dijunjung tinggi dalam UUD 45 dan Pancasila. Sedang kepada semua lembaga/organisasi peduli HAM diharapkan dukungannya dan kerjasamanya dalam perjuangan menegakkan hukum dan HAM di Indonesia.
Zeist/Nederland, tgl. 27 April 2007
LEMBAGA PEMBELA KORBAN '65
MD Kartaprawira (Ketua Umum), Suranto (Sekretaris I)

PENGURUS LEMBAGA PEMBELA KORBAN '65


LEMBAGA PEMBELA KORBAN ’65

Sekretariat: Nijenheim 33-38, 3704 SE Zeist, Nederland, Tel. 030-6957875
E-mail: lbgpk65@yahoo.ca
Nomor : 001/ LPK’65/ Sek/ X/ 2006
Perihal : Susunan Pengurus LPK’65 periode 2006-2008
Lampiran : -


Berhubung berakhirnya masa kerja Pengurus Lembaga Pembela Korban ’65 periode 2004-2006, maka pada tanggal 07 Oktober 2006 di Zeist telah dilangsungkan Rapat Anggota untuk membentuk Pengurus Baru periode 2006-2008.

Bersama ini kami umumkan susunan Pengurus Lembaga Pembela Korban ’65 Periode 2006 – 2008 yang telah disahkan dalam Rapat Anggota tersebut di atas.

Susunan Pengurus Lembaga Pembela Korban ’65 periode 2006 – 2008 :

Ketua Umum : MD Kartaprawira Ph.D
Ketua I : Ir. A. Sungkono
Ketua II : Drs. Gde Arka

Sekretaris I : Ir. Suranto
Sekretaris II : Chalik Hamid

Bendahara I : K.Sulardjo
Bendahara II : Husin Thohir (menggantikan Sdr. Sugeng Slameto yang meninggal)



Zeist, 14 Oktober 2006

Sekretariat Lembaga Pembela Korban ‘65
lbgpk65@yahoo.ca